Rabu, 27 Maret 2013

Laporan Koefisien partisi

LAPORAN FARMASI FISIK I

"KOEFISIEN PARTISI"




NAMA                       :  ASTRID INDALIFIANY
NIM                            :  F1F1 10 025
KELOMPOK             : I ( SATU)
PROGRAM STUDI   : FARMASI
AS. PEMBIMBING   : HARJUN SANTRI S.



LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011





A. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform-air

B. Landasan Teori
                                 
Pengetahuan tentang partisi penting untuk ahli farmasi karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu farmasetik. Termasuk di sini pengawetan system minyak-air, kerja obat pada yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh.Teori-teori tentang absorpsi, ekstraksi dan kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien partikel (Martin,Alfred. 1990).        Kecepatan absorpsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipida. Dengan demikian obat-obat yang mudah larut dalam lipida akan dengan melaluinya. Sebaliknya obat-obat sukar larut dalam lipida akan sukar diabsorpsi. Obat-obat yang mudah larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan memiliki koefisien partisi lipida air kecil. Lipofilisitas bisa dilihat dari koefisien partisi dan ikatan hidrogen. Koefisien partisi merupakan perbandingan kelarutan di dalam lemak dibanding air (Sri,et al. 2011).
            Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah (Sardjoko, 1987).
Koefisien partisi tiap zat adalah tetap sesuai dengan sifat alamiah zat itu sendiri. (Sarwoko, et al. 2005). Lipofilisitas bisa dilihat dari koefisien partisi dan ikatan hidrogen. Koefisien partisi merupakan perbandingan kelarutan di dalam lemak dibanding air. Cl bersifat lipofil (+), sedangkan OH hidrofil ( -). Proses awal penentu obat dalam mencapai target adalah penetrasi atau absorpsi. Penetrasi obat dalam membran biologi tergantung pada kelarutan obat dalam lipid. Makin mudah larut dalam lipid, obat tersebut makin mudah menembus membran dan makin banyak yang diabsorp-si. Hal ini disebabkan sebagian besar membran biologi tersusun oleh lipid, seperti membran sel pembungkus lambung, mukosa usus halus dan membran jaringan sya-raf 5,6 Obat supaya mudah larut dalam lipid harus bersifat non polar atau lipofilik. Lipofilisitas obat dapat didefinisikan sebagai kadar keseimbangan numerik kadar obat dalam fase polar dibagi kadar obat dalam fase non polar.5,7 Adapun parameter lipofilisitas yang sering digunakan dalam hubungan kuantitatif struktur dan aktivitas bio-logi antara lain adalah logaritma koefisien partisi, tetap-an pi (π) Hansch, tetapan fragmentasi F Nys Rekker dan harga Rm.7 Ada beberapa metode analisis untuk menentukan lipo-filisitas obat, yaitu secara spektrofotometri, kromato-grafi cair kinerja tinggi (KCKT/HPLC), kromatografi gas dan kromatografi lapis tipis fase terbalik (RPTLC= reversed phase thin layer chromatography). (Ratna,et al. 2009)


C. Alat dan Bahan

* Alat
Adapun alat-alat yang dipakai dalam percobaan, adalah:
1.        Pipet ukur 10 mL dan 20 mL
2.        Labu takar 50 mL
3.        Erlenmeyer 50 mL
4.        Water bath
5.        Batang pengaduk
6.        Gelas kimia 50 mL
7.        Tabung reaksi
8.        Rak tabung reaksi
9.        Stopwatch
10.    Filler
11.    Tissue
12.    Spektronik 20D
  

* Bahan
Adapun bahan-bahan yang dipakai dalam percobaan ini, adalah:
1.        Aquades
2.        Dapar salisilat
3.        FeCl3 1%
4.        Kloroform
5.        HNO3


E. Hasil Pengamatan

*   Tabel Pengamatan
            Dari hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:
 

AO
Λ
pH
0,035
0,022
0,006
525
525
525
3
4
5

 *   Perhitungan
1.    Untuk pH = 3
pH = - log [H+] = 3
pH  =
[H+]   = 1x10-3

 
 
(10-3)(0,01-x)   = 1,06.10-3x
10-5 - 10-3x  = 1,06.10-3x
10-5 = (1,06.10-3x) + (10-3x)
10-5  = (1,06+1).10-3x
10-5 = 2,06.10-3x
x =  
x = 0,0048

*      Asam salisilat (C2)   = 0,0048M
                                  = 0,0048 x 138,32g/L
                                  = 0,664g/L
*      Natrium salisilat (C2O)     = (0,01-0,0048).160,11
                                        = 0,0052 x 160,11
                                        = 0,833 g/L
PC  =
       =
       =
       =
= 0,6522

2.    Untuk pH = 4
pH = -log [H+] = 4
pH  =
[H+]   = 1x10-4

[H+]   =  
10-4    =  
10-6 - 10-4x  = 1,06.10-3x
10-6 = (1,06.10-3x) + (10-4x)
10-6 = 0,00116x
x =  
x = 0,00087

*      Asam salisilat (C2’) = 0,00087
                                  = 0,00087 x 138,32g/L
                                  = 0,120 g/L

*      Natrium salisilat (C2O) = (0,01-0,00087).160,11
                                      = 0,00913 x 160,11
                                      = 1,462 g/L
PC  =
       =
       =
= 27,9583

3.    Untuk pH = 5
pH = -log [H+] = 5
pH  =
[H+]   = 1x10-5

[H+]   =  
10-5    =  
10-7 - 10-5 x = 1,06.10-3x
10-7 = (1,06.10-3x) + (10-5x)
10-7 = 0,00107x
x =  
x = 0,000093
x = 9,3.10-5

*      Asam salisilat (C2’) = 9,3.10-5
                                  = 9,3.10-5 x 138,32g/L
                                  = 0,0129 g/L
*      Natrium salisilat (C2O)  = (0,01-9,3.10-5).160,11
                                      = 0,0099 x 160,11
                                      = 1,585 g/L
PC  =
       =
       =
= 304,671


Grafik Hubungan antara Absorbansi dengan pH zat






Grafik Hubungan antara Koefisien Partisi dengan pH Zat



F. Pembahasan
            Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Absorpsi obat di dalam tubuh terjadi setelah obat dibebaskan dari bentuk sediaannya. Umumnya agar obat bisa memberikan efek biologis, obat yang telah dibebaskan harus larut dan ditransportasikan oleh cairan tubuh menembus membran biologis, dan dipenetrasi ke tempat kerjanya dan berinteraksi secara spesifik sehingga menyebabkan perubahan-perubahan fungsi sel.
            Secara umum, faktor utama yang mempengaruhi absorpsi obat adalah sifat fisika kimia, yakni koefisien partisi. Koefisien partisi (P) : menggambarkan rasio pendistribusian obat ke dalam sistem dua fase (lemak dan air). Permukaan membran biologis berupa lipid, sehingga dapat dianggap bahwa penerobosan obat melalui usus dapat dianggap sebagai kompetisi molekul obat diantara lingkungan air dan lipid membran. Oleh sebab itu, prinsip kimia menentukan perpindahan obat dari lingkungan air ke fase lipid membran.
            Ada dua macam koefisien partisi, yakni koefisien partisi sejati dan koefisien partisi semu. Koefisien partisi sejati (true Partition coeefficient) harus memenuhi beberapa persyaratan kondisi, antara lain: (1) Antara kedua pelarut benar-benar tidak bercampur satu sama lain; (2) Bahan obatnya tidak mengalami asosiasi atau disosiasi; (3) Kadar obatnya relatif kecil; dan (4) kelarutan solut dalam masing-masing pelarut kecil. Koefisien partisi semu (Apparent Partition Coefficient) merupakan suatu hasil apabila persyaratan koefisien partisi sejati tidak terpenuhi. Dalam biofarmasetika dan pada berbagai tujuan yang lain umumnya memiliki kondisi nonideal dan tidak disertai koreksinya, sehingga hasilnya adalah koefisien partisi semu. Biasanya sebagai fase lipoid adalah oktanol, kloroform, sikloheksan, isopropil, miristat, dan lain-lain. Fase air yang biasa digunakan adalah larutan dapar. Percobaan ini merupakan keadaan koefisien partisi semu.
            Seperti yang telah diketahui, pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Pada percobaan, digunakan dapar salisilat dengan pH yang berbeda-beda, yakni pH 3, pH 4, dan pH 5. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi. Ketiga larutan tersebut dicampur dengan kloroform dan diinkubasi selama 20 menit. Setelah diinkubasikan dilanjutkan dengan mengencerkan dan menambahkan larutan FeCl3 dan HNO3 yang kemudian diukur absorbansi larutan tersebut untuk mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisinya.
            Selain berpengaruh pada koefisien partisi, pH juga berpengaruh pada absorbansinya.
dapat dilihat hubungan antara absorbansi dan pH larutan dapar. Pada pH 3, absorbansinya sebesar 0,035. Begitu pula pada pH 4 dan pH 5 yang masing-masing absorbansinya sebesar 0,022 dan 0,006. Hal ini menunjukkan, semakin tinggi pH suatu zat maka semakin rendah absorbansinya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah pH suatu zat maka semakin tinggi absorbansinya. pH larutan juga berpengaruh dengan koefisien partisi zat tersebut. 


dapat diketahui bahwa pada pH 3 koefisien partisinya sebesar 0,6522. Pada pH 4, koefisien partisinya naik sebesar 27,9582. Selanjutnya, pada pH 5, koefisien partisinya jauh meningkat sebesar 304,671. Dari data tersebut, diketahui bahwa semakin tinggi pH zat maka semakin tinggi pula koefisien partisinya.

G. Kesimpulan

            Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pH berpengaruh terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform-air. Semakin tinggi pH suatu larutan maka semakin tinggi pula koefisien partisinya.











Daftar Pustaka

Alfred Martin, dkk. 1990. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Gunardi,Ratna Asmah S,Bambang Tri Purwanto, Edy Sulistyowati, Siti Musinah. 2009. Metode RPTLC dan Optimasi Fase Gerak Dalam Penetapan Harga Rm Sebagai Salah Satu Parameter Lipofilisitas Dalam Rancangan Obat. Media Indonesia. Volume 43, Nomor 5, Tahun 2009

Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. Yogyakarta: PAU Bioteknologi Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

Sarwoko Mangkoedihardjo. 2005. Perencanaan Tata Ruang Fitostruktur Wilayah Pesisir Sebagai Penyangga Perencanaan Tata Ruang Wilayah Daratan: Sebuah kajian dengan pendekatan energi, ekosistem, dan ekologi. Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

 Sri Mulyani Mulyadi. 2011. Desain Obat. Sarmako file.










3 komentar:

  1. maaf nisebelumnya cuma mau membenarkan bukannya seharusnya teorinya semakin besar pH maka semakin kecil koefisien partisinya?

    BalasHapus
  2. maaf. saya butuh laporan lengkapnya. apa bisa tolong kirimkan ke email putriiaryaa@gmail.com ? karena banyak perhitungannya yg gambarnya hilang. terima kasih.

    BalasHapus
  3. konsep anda kebalik mbak, pH berbanding lurus dengan absorbansi, smkin tinggi pH(semakin basa) maka absorbansi semakin besar,
    koefisien partisi berbanding terbalik dengan pH. thx

    BalasHapus