LAPORAN FARMASI FISIK I
"KOEFISIEN PARTISI"
NAMA : ASTRID
INDALIFIANY
NIM : F1F1
10 025
KELOMPOK : I
( SATU)
PROGRAM STUDI : FARMASI
AS. PEMBIMBING : HARJUN SANTRI S.
LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2011
A.
Tujuan
Tujuan dari praktikum
ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang
bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform-air
B. Landasan Teori
Pengetahuan tentang partisi penting untuk ahli farmasi
karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu farmasetik. Termasuk di sini
pengawetan system minyak-air, kerja obat pada yang tidak spesifik, absorbsi dan
distribusi obat ke seluruh tubuh.Teori-teori
tentang absorpsi, ekstraksi dan kromatografi banyak terkait dengan teori
koefisien partikel (Martin,Alfred. 1990). Kecepatan absorpsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien
partisinya. Hal ini disebabkan
oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipida. Dengan
demikian obat-obat yang mudah larut dalam lipida akan dengan melaluinya.
Sebaliknya obat-obat sukar larut dalam lipida akan sukar diabsorpsi. Obat-obat
yang mudah larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien
partisi yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan
memiliki koefisien partisi lipida air kecil.
Lipofilisitas bisa dilihat dari koefisien partisi dan ikatan hidrogen.
Koefisien partisi merupakan perbandingan kelarutan di dalam lemak dibanding air
(Sri,et al. 2011).
Pada umumnya obat-obat bersifat asam
lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan
terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pada pH larutannya.
Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang
dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan
demikian pengaruh pH sangat besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang
bersifat asam lemah atau basa lemah (Sardjoko, 1987).
Koefisien partisi
tiap zat adalah tetap sesuai dengan sifat alamiah zat itu sendiri. (Sarwoko, et
al. 2005). Lipofilisitas bisa dilihat dari koefisien partisi dan ikatan
hidrogen. Koefisien partisi merupakan perbandingan kelarutan di dalam lemak
dibanding air. Cl bersifat lipofil (+), sedangkan OH hidrofil ( -). Proses awal
penentu obat dalam mencapai target adalah penetrasi atau absorpsi. Penetrasi
obat dalam membran biologi tergantung pada kelarutan obat dalam lipid. Makin
mudah larut dalam lipid, obat tersebut makin mudah menembus membran dan makin
banyak yang diabsorp-si. Hal ini disebabkan sebagian besar membran biologi
tersusun oleh lipid, seperti membran sel pembungkus lambung, mukosa usus halus
dan membran jaringan sya-raf 5,6 Obat supaya mudah larut dalam lipid harus
bersifat non polar atau lipofilik. Lipofilisitas obat dapat didefinisikan
sebagai kadar keseimbangan numerik kadar obat dalam fase polar dibagi kadar
obat dalam fase non polar.5,7 Adapun parameter lipofilisitas yang sering
digunakan dalam hubungan kuantitatif struktur dan aktivitas bio-logi antara
lain adalah logaritma koefisien partisi, tetap-an pi (π) Hansch, tetapan
fragmentasi F Nys Rekker dan harga Rm.7 Ada beberapa metode analisis untuk
menentukan lipo-filisitas obat, yaitu secara spektrofotometri, kromato-grafi
cair kinerja tinggi (KCKT/HPLC), kromatografi gas dan kromatografi lapis tipis
fase terbalik (RPTLC= reversed phase thin layer chromatography). (Ratna,et al. 2009)
C.
Alat dan Bahan
Alat
Adapun alat-alat yang
dipakai dalam percobaan, adalah:
1.
Pipet
ukur 10 mL dan 20 mL
2.
Labu
takar 50 mL
3.
Erlenmeyer
50 mL
4.
Water
bath
5.
Batang
pengaduk
6.
Gelas
kimia 50 mL
7.
Tabung
reaksi
8.
Rak
tabung reaksi
9.
Stopwatch
10. Filler
11. Tissue
12. Spektronik 20D
Bahan
Adapun bahan-bahan yang
dipakai dalam percobaan ini, adalah:
1.
Aquades
2.
Dapar
salisilat
3.
FeCl3
1%
4.
Kloroform
5.
HNO3
E.
Hasil Pengamatan
Tabel Pengamatan
Dari hasil percobaan yang dilakukan,
diperoleh data sebagai berikut:
AO
|
Λ
|
pH
|
0,035
0,022
0,006
|
525
525
525
|
3
4
5
|
Perhitungan
1. Untuk
pH = 3
pH
= - log [H+] = 3
pH =
[H+] = 1x10-3
(10-3)(0,01-x) = 1,06.10-3x
10-5
- 10-3x = 1,06.10-3x
10-5
= (1,06.10-3x) + (10-3x)
10-5 = (1,06+1).10-3x
10-5
= 2,06.10-3x
x =
x
= 0,0048
Asam
salisilat (C2’) =
0,0048M
= 0,0048 x 138,32g/L
= 0,664g/L
Natrium
salisilat (C2O) =
(0,01-0,0048).160,11
= 0,0052
x 160,11
= 0,833
g/L
PC =
=
=
=
=
0,6522
2.
Untuk pH = 4
pH
= -log [H+] = 4
pH =
[H+] = 1x10-4
[H+]
=
10-4
=
10-6
- 10-4x = 1,06.10-3x
10-6 = (1,06.10-3x) + (10-4x)
10-6
= 0,00116x
x =
x
= 0,00087
Asam
salisilat (C2’) = 0,00087
= 0,00087 x 138,32g/L
= 0,120 g/L
Natrium
salisilat (C2O) =
(0,01-0,00087).160,11
= 0,00913
x 160,11
= 1,462
g/L
PC =
=
=
=
27,9583
3.
Untuk pH = 5
pH
= -log [H+] = 5
pH =
[H+] = 1x10-5
[H+]
=
10-5
=
10-7
- 10-5 x = 1,06.10-3x
10-7 = (1,06.10-3x) + (10-5x)
10-7
= 0,00107x
x =
x
= 0,000093
x = 9,3.10-5
Asam
salisilat (C2’) = 9,3.10-5
= 9,3.10-5 x 138,32g/L
= 0,0129 g/L
Natrium
salisilat (C2O) =
(0,01-9,3.10-5).160,11
= 0,0099 x
160,11
= 1,585 g/L
PC =
=
=
=
304,671
Grafik
Hubungan antara Absorbansi dengan pH zat
Grafik
Hubungan antara Koefisien Partisi dengan pH Zat
F. Pembahasan
Obat
merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur
dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Absorpsi
obat di dalam tubuh terjadi setelah obat dibebaskan dari bentuk sediaannya.
Umumnya agar obat bisa memberikan efek biologis, obat yang telah dibebaskan
harus larut dan ditransportasikan oleh cairan tubuh menembus membran biologis,
dan dipenetrasi ke tempat kerjanya dan berinteraksi secara spesifik sehingga
menyebabkan perubahan-perubahan fungsi sel.
Secara
umum, faktor utama yang mempengaruhi absorpsi obat adalah sifat fisika kimia,
yakni koefisien partisi. Koefisien partisi (P) : menggambarkan rasio pendistribusian
obat ke dalam sistem dua fase (lemak dan air). Permukaan membran biologis
berupa lipid, sehingga dapat dianggap bahwa penerobosan obat melalui usus dapat
dianggap sebagai kompetisi molekul obat diantara lingkungan air dan lipid
membran. Oleh sebab itu, prinsip kimia menentukan perpindahan obat dari
lingkungan air ke fase lipid membran.
Ada
dua macam koefisien partisi, yakni koefisien partisi sejati dan koefisien
partisi semu. Koefisien partisi sejati (true Partition coeefficient) harus
memenuhi beberapa persyaratan kondisi, antara lain: (1) Antara kedua pelarut
benar-benar tidak bercampur satu sama lain; (2) Bahan obatnya tidak mengalami
asosiasi atau disosiasi; (3) Kadar obatnya relatif kecil; dan (4) kelarutan
solut dalam masing-masing pelarut kecil. Koefisien partisi semu (Apparent
Partition Coefficient) merupakan suatu hasil apabila persyaratan koefisien
partisi sejati tidak terpenuhi. Dalam biofarmasetika dan pada berbagai tujuan
yang lain umumnya memiliki kondisi nonideal dan tidak disertai koreksinya,
sehingga hasilnya adalah koefisien partisi semu. Biasanya sebagai fase lipoid
adalah oktanol, kloroform, sikloheksan, isopropil, miristat, dan lain-lain.
Fase air yang biasa digunakan adalah larutan dapar. Percobaan ini merupakan
keadaan koefisien partisi semu.
Seperti
yang telah diketahui, pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa
lemah. Pada percobaan, digunakan dapar salisilat dengan pH yang berbeda-beda,
yakni pH 3, pH 4, dan pH 5. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH
terhadap koefisien partisi. Ketiga larutan tersebut dicampur dengan kloroform
dan diinkubasi selama 20 menit. Setelah diinkubasikan dilanjutkan dengan
mengencerkan dan menambahkan larutan FeCl3 dan HNO3 yang
kemudian diukur absorbansi larutan tersebut untuk mengetahui pengaruh pH
terhadap koefisien partisinya.
Selain berpengaruh pada koefisien
partisi, pH juga berpengaruh pada absorbansinya.
dapat dilihat hubungan
antara absorbansi dan pH larutan dapar. Pada pH 3, absorbansinya sebesar 0,035.
Begitu pula pada pH 4 dan pH 5 yang masing-masing absorbansinya sebesar 0,022
dan 0,006. Hal ini menunjukkan, semakin tinggi pH suatu zat maka semakin rendah
absorbansinya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah pH suatu zat maka semakin
tinggi absorbansinya. pH
larutan juga berpengaruh dengan koefisien partisi zat tersebut.
dapat diketahui bahwa
pada pH 3 koefisien partisinya sebesar 0,6522. Pada pH 4, koefisien partisinya
naik sebesar 27,9582. Selanjutnya, pada pH 5, koefisien partisinya jauh
meningkat sebesar 304,671. Dari data tersebut, diketahui bahwa semakin tinggi
pH zat maka semakin tinggi pula koefisien partisinya.
G.
Kesimpulan
Dari
hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pH berpengaruh
terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut
kloroform-air. Semakin tinggi pH suatu larutan maka semakin tinggi pula
koefisien partisinya.
Daftar
Pustaka
Alfred Martin, dkk. 1990. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Gunardi,Ratna Asmah S,Bambang Tri
Purwanto, Edy Sulistyowati, Siti Musinah. 2009. Metode RPTLC dan Optimasi Fase
Gerak Dalam Penetapan Harga Rm Sebagai Salah Satu Parameter Lipofilisitas Dalam
Rancangan Obat. Media
Indonesia. Volume 43, Nomor 5, Tahun 2009
Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. Yogyakarta: PAU Bioteknologi
Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.
Sarwoko Mangkoedihardjo. 2005. Perencanaan Tata Ruang Fitostruktur Wilayah
Pesisir Sebagai Penyangga Perencanaan Tata Ruang Wilayah Daratan: Sebuah kajian
dengan pendekatan energi, ekosistem, dan ekologi. Jurusan Teknik
Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Sri
Mulyani Mulyadi. 2011. Desain Obat.
Sarmako file.
maaf nisebelumnya cuma mau membenarkan bukannya seharusnya teorinya semakin besar pH maka semakin kecil koefisien partisinya?
BalasHapusmaaf. saya butuh laporan lengkapnya. apa bisa tolong kirimkan ke email putriiaryaa@gmail.com ? karena banyak perhitungannya yg gambarnya hilang. terima kasih.
BalasHapuskonsep anda kebalik mbak, pH berbanding lurus dengan absorbansi, smkin tinggi pH(semakin basa) maka absorbansi semakin besar,
BalasHapuskoefisien partisi berbanding terbalik dengan pH. thx