Kamis, 28 Maret 2013

Laporan Bromatometri

LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS I
“BROMATOMETRI"
 
 

NAMA              : ASTRID INDALIFIANY
NIM                  : F1F1 10 025
KELOMPOK   : V ( Lima )
ASISTEN         : SARLAN S,Si
 
 
 
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
 

A. Tujuan

            Tujuan dari percobaan ini adalah agar mahasiswa mampu menetapkan kadar senyawa obat yang dapat bereaksi dengan adanya brom berlebihan (titrasi tidak langsung).

B. Landasan Teori

            Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk medeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan. Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari ion bromat (BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat, dan bromin yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat, warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir.
Dalam larutan, kadar bahan yang terlarut (solut) dinyatakan dengan konsentrasi. Istilah ini berarti banyaknya massa yang terlarut dihitung sebagai berat (gram) tiap satuan volume (mililiter) atau tiap satuan larutan, sehingga satuan kadar seperti ini adalah gram/mililiter. Cara ini disebut dengan cara berat/volume atau b/v. Disamping cara ini, ada cara yang menyatakan kadar dengan gram zat terlarut tiap gram pelarut atau tiap gram larutan yang disebut dengan cara berat/berat atau b/b. Secara matematis, perhitungan kadar suatu senyawa yang ditetapkan secara volumetri dapat menggunakan rumus-rumus umum berikut.
Jika sampelnya padat (sampel ditara dengan timbangan analitik) maka rumus untuk menghitung kadar adalah sebagai berikut:
Kadar (% b/b) =   x 100%
Jika sampelnya cair (sampel diambil secara kuantitatif misal dengan menggunakan pipet volum) maka rumus untuk menghitung kadar adalah sebagai berikut:
Kadar (% b/v) =   x 100%
Berat ekivalen (BE) sama dengan berat molekul sampel dibagi dengan valensinya (Rohman, 2007).
           
C. Alat dan Bahan
·         Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain:
1.    Statif
2.    Klem
3.    Timbangan analitik
4.    Erlenmeyer
5.    Buret 50 ml
6.    Pipet tetes
7.    Labu takar 100 ml
8.    Gelas kimia
9.    Gelas ukur
·         Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain:
1.    Akuades
2.    Rodeca 0,5 gram
3.    Asam salisilat 40 mg
4.    Kalium bromat 0,1N sebanyak 15 ml
5.    HCl pekat 3 pipet
6.    Kalium iodida 5 ml
7.    Kloroform 5 ml
8.    Larutan kanji 3 ml
9.    Natrium tiosulfat
 

E. Hasil Pengamatan

Hasil pegamatan dalam penentuan kadar asam salisilat adalah sebagai berikut
No.
Perlakuan
Keterangan
1.


2.
Bedak 0,5 gram + 15 ml kalium bromat 0,1N + HCl pekat + KI 5 ml + kloroform 5 ml + larutan kanji 3 ml + natrium tiosulfat 10 ml
Asam salisilat 40 miligram + 15 ml kalium bromat 0,1N + HCl pekat + KI 5 ml + kloroform 5 ml + larutan kanji 3 ml + natrium tiosulfat 4 ml
Hijau


Hijau







Perhitungan
1.      Bedak
Diketahui:
Vtio.blanko           = 33 ml = 0,033 L
Vtio.sampel          = 10 ml = 0,01 L
Ntio                  = 0,1
BE                   = 2,032
Berat sampel   = 0,5 gram = 500 mg

Kadar asam salisilat  =  x 100%
                                 =  x 100%
                                 = 0,0009%

2. Asam salisilat
Diketahui:
Vtio.blanko           = 33 ml = 0,033 L
Vtio.sampel          = 4 ml = 0,004 L
Ntio                  = 0,1
BE                   = 2,032
Berat sampel   = 40 mg

Kadar asam salisilat  =  x 100%
                                 =  x 100%
                                 = 0,014%




Reaksi
KbrO3 + 5KBr + 6HCl 3Br2 + 6KCl + 3H2O





Sisa Br2 + KI I2 + 2KI
I2 + 2Na2S2O3  2NaI + Na2S4O6

F. Pembahasan

Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari ion bromat (BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat, dan bromin yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat, warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir. Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat juga digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent walaupun tercampur dengan stanum valensi empat.
            Pada percobaan kali ini digunakan bedak rodeca sebanyak 0,5 gram dan asam salisilat sebanyak 40 mg. Kedua sampel tersebut dikerjakan sendiri-sendiri. Sampel kemudian dilarutkan dengan kalium bromat sebanyak 15 ml sebagai oksidatornya. Selanjutnya, larutan ditambahkan dengan asam klorida pekat kira-kira sebanyak 3 pipet. Penambahan asam klorida pekat bertujuan untuk memberikan suasana asam agar bromin dapat terbebas. Ketika asam klorida pekat ditambahkan, maka brom akan dibebaskan. Setelah dicampur, larutan tersebut kemudian ditutup kurang lebih selama 3 menit. Hal tersebut ditujukan agar penguapan brom dapat dihindarkan. Bromin yang dibebaskan tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang tinggi dan mudah menguap. Oleh sebab itulah bahan untuk titrasi ini harus ditutup. Setelah waktu penutupan cukup, larutan ditambahkan larutan kalium iodida sebanyak 5 ml dan dilanjutkan dengan penambahan kloroform sebanyak 5 ml. Penambahan kalium iodida bertujuan untuk mengubah brom menjadi iodium sesuai dengan reaksi:
Br2 + 2KI → I2 + 2KBr
Sementara itu, penambahan kloroform bertujuan untuk melarutkan endapan yang terjadi. Iodium yang terbentuk inilah yang selanjutnya akan dititrasi dengan baku natrium tiosulfat.
            Setelah dilakukan titrasi, maka dapat diperoleh volume natrium tiosulfat yang digunakan hingga tercapainya titik akhir titrasi. Pada sampel bedak rodeca, digunakan baku natrium tiosulfat sebanyak 10 ml, sedangkan pada sampel asam salisilat, digunakan baku natrium tiosulfat sebanyak 4 ml. Titik akhir titrasi dapat diketahui dengan adanya perubahan warna sebagai tanda berakhirnya titrasi, dan dalam praktikum yang dilakukan terjadi perubahan warna dari kuning menjadi hijau. Perubahan warna ini dapat terjadi dengan menambahkan indikator. Indikator yang biasa digunakan dalam percobaan bromatometri atau dalam titrasi tidak langsung adalah indikator kanji. Indikator amilum dipakai untuk titrasi redoks yang melibatkan iodine. Amilum dengan iodine membentuk senyawa kompleks amilum-iodin yang bewarna biru tua. Pembentukan warna ini sangat sensitive dan terjadi walaupun I2 yang ditambahkan dalam jumlah yang sangat sedikit.
            Percobaan yang terlah dilakukan ini merupakan salah satu jenis dari titrasi tidak langsung, sebab larutan tidak dapat langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat. Titrasi dapat dilakukan dengan adanya brom berlebih. Adanya brom tidak langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat dikarenakan perbedaan potensialnya yang sangat besar, akibatnya jika brom langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat maka yang dihasilkan tidak hanya tetraionat (S4O62-) tetapi juga sulfat (SO42-) bahkan mungkin sulfida yang berupa endapan kuning.




G. Kesimpulan
            Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa kadar asam salisilat pada bedak rodeca sebesar 0,0009% dan kadar asam salisilat dalam bubuk asam salisilat sebesar 0,014%.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar